PENDAHULUAN
Kritik Pengetahuan sosiologi adalah studi kemasyarakatan. Ini mencakup ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi sendiri, antropologi, ekonomi, ilmu politik dll. Dalam arti sempit sosiologi memperhatikan asal-usul, perkembangan dan pola-pola dari perilaku sosial. Studi sosiologis atas Alkitab masih dalam taraf perkembangan. Satu pandangan terpenting dari pendekatan sosial kepada studi Alkitabiah adalah keyakinan bahwa teks tidak hanya memiliki konteks sosial tertentu tetapi para penafsir juga bekerja dengan prasangka-prasangka sosial.[1]
Sedangkan perspektif teonomi mengindikasikan adanya ketidaknetralan dalam hermeunetik kitab suci, selain itu teonomi juga menunjukan bahwa pengetahuan selalu berkembang dan mempengarui persepsi orang tentang hukum Allah maupun komitmen Allah tentang hukum Allah. Teonomi merupakan teori sosial yang menyatakan bahwa ekonomi diperlukan untuk restrukturisasi kitab suci. Teonomi merupakan metodologi yang dipakai memahami hukum Allah dala kitab suci, teonomi tidak disederhanakan sebagai isi teks yang diterapkan dalam konteks modern secara kaku. Sebaliknya teonomi menampilkan nilai etis Allah dengan pendekatan ekonomi secara fleksibel.
Kritik Pengetahuan Sosiologi kami sejajarkan dengan perspektif teonomi dalam menafsir teks ini, karena teks yang kami pilih berhubungan dengan kedua hal tersebut. Imamat 25:23-28 menceritakan tentang penebusan tanah. Hal ini akan kami uraikan dalam isi makalah kami.
Kritik Teks Imamat 25 : 23-28.
25a Beberapa Naskah dari Teks Pentateukh (Taurat musa), Terjemahan Yunani Septuaginta dan terjemahan Siria (Pesyitta) mengusulkan kata Weki (dan) ditambah di depan ayat. Kami setuju dengan usulan BHS karena bil di tambahkan kata dan maka akan terjadi pengulangan kata sambung.
yang artinya diantara). Saya setuju dengan Septuginta karena kalau tambahan kata diantara maka kalimat ini sangat memperjelas maksud saudara dan dia ada diantara kira.
Terjemahan Standar Imamat 25 : 23-28
23. Kemudian Semua tanah milikmu itu jangan dijual mutlak karena akulah pemilik tanah itu, sedangkan kamu pendatang dan orang asing bagi-Ku
24. Dan di seluruh tanah milikmu itu kamu memberi tebusan bagi tanah itu.
25. Jikalau diantara saudaramu itu (telah) menjadi miskin dan (akan) menjual tanah miliknya, maka kaum keluarganya haruslah datang menebus yang (telah) dijual saudaranya itu.
26. Dan jika seseorang tidak memiliki penebus, kemudian dia (akan) menyebabkan usaha untuk mendapat penebusnya,
27. kemudian dia (akan) memperhitungkan seluruh tahun penjualannya, dan mengembalikan kelebihan untuk seseorang yang menjualnya, sehingga dia boleh kembali kepada tanah miliknya itu.
28. Kemudian jikalau dia tidak dapat mengembalikan kepadanya, maka penjualannya yang ada tetap ditangan dia yang membelinya sampai tahun Yobel, dan dalam tahun Yobel dia bebas dan kembali ketanah miliknya.
PEMBAHASAN
Kritik Sosiologi Imamat 25:23-28 menggunakan Teori tingkatan makna dari Mannheim yang diadopsi Jeffrey Frager yang terdiri dari tiga hal, diantaranya: Makna eksprinsif, makna obyektif dan makna dokumenter [3] yang berdasarkan kepada tiga tipe studi deskriptif tentang tafsiran sosiologi menurut Philiph Richer diantaranya: 1.Studi atas lingkungan sosial Israel yang mengambarkan tentang latar belakang ekonomi, sosial dan politik, 2. Sejarah sosial dari suatu kelompok dalam kerangka pergerakan dan peristiwa dan 3. Studi-studi analisis melacak perkembangan sosial historis dari suatu kelas dan sekte dalam masyarakat.[4] Tafsiran ini sangatlah cocok dan penting bila menggunakan pendekatan Teologi ekonomi karena Imamat 25 : 23-28 berisikan tentang tanah yang adalah sumber ekonomi [5] suatu bangsa (Israel) kelompok, keluarga dan setiap pribadi, juga tentang hidup saling menolong antar sesama keluarga.
1.Makna Ekspresif
Pada Teks Imamat 25 : 23-28 ini membahas tentang kepemilikan Allah serta Hukum Yobel tentang Tanah yang diberikan sebagai tanah Perjanjian dari Allah bagi bangsa Israel. Menurut Juliana Tuasela makna ekspresif berhubungan dengan aktor yang terlibat dalam fenomena sosial. Individu dan kelompok mengungkapkan nama yang berbeda dengan menghadirkan tindakan maupun partisipasi dalam lingkungan sosial tersebut. Pada teks ini ada banyak petunjuk yang terdapat diantaranya ada petunjuk dari pelaku sosial yaitu para imam yang merumuskan hukum ini, Bentuk hukum.[6] Kedua hal inilah yang paling penting dibahas dalam pokok tentang tanah yang adalah haknya Allah.
a.Imam sebagai pelaku sosial
Teks Imamat 25: 23-28 ini ditulis oleh para imam dan ditulis pada masa pembuangan di Babel dan sesudahnya, dan mungkin juga pasal 17-26 (yaitu hukum-hukum kesucian) agaknya sedikit kuno, diperkirakan berasal dari nabi Yehezkiel pada awal pembuangan. [7] Selain itu juga karena beberapa hal diantaranya, teks sebelumnya yang berkaitan menggunakan nama Yahwe. Teks ini mengambarkan aturan-aturan/ hukum-hukum yang memang ditulis oleh para imam, tindakan-tindakan Allah tidak diuraikan secara anthropomorfis dan pada umumnya Allah diceritakan sebagai menyatakan diri melalui perantara. Allah juga hanya dapat didekati lewat perantara yaitu para imam dan upacara-upacara ibadah.[8] Para imam di percaya mengumpulkan dan menyatikan unsur-unsur transendensi Allah dan persekutuannya dengan manusia itu universalisme dan partikularisme, pandangan nabi-nabi dan kultus.[9] Jadi dapat dikatakan bahwa para imamlah yang merumuskan tentang hukum ini. Kalau ditelusuri lebih jauh kita tahu bahwa imam itu sendiri adalah orang Lewi yang tidak mendapat tanah dalam proses pembagian ketika ada di tanah kanaan (Yosua 14 : 3-4). Mereka hidup diantara suku-suku yang lain sehingga teks ini juga bisa dikatakan bahwa mereka menuliskannya karena keadaan bangsa Israel yang mengalami kemiskinan sehingga harus menjual tanahnya.
Gottwald mengatakan bahwa hasil dari penelitian sosiologi itu adalah gambaran tentang Israel sebagai masyarakat segmentaris kesukuan yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai hak yang sama dan saling terikat dalam keluarga luas. Secara ekonomi masyarakat itu berdasar pada pertanian dan peternakan dan secara sosio-politik ditandai dengan perlawanan yang mendalam terhadap bentuk-bentuk pemerintahan dan perbedaan lapisan sosial yang sudah normatif dalam pusat-pusat kebudayaan dan politik Timur Tengah Kuno.[10] Menurut Christopher Wright Kekuasaan politik dalam masyarakat Israel pada mulanya tidak terdapat pada pemerintah pusat melainkan berada dalam tangan tua-tua setempat atau orang lewi.[11] Teks Imamat 25 pertama-tama mengidentifikasikan tentang tahun ke-7 melalui tahun Sabat, dan puncak tahun-tahun sabat dicapai pada setiap tahun yg ke-50 yang disebut Tahun Yobel. Tahun Yobel bahasa Ibrani יּוֹבֵל(Yovel, ‘domba jantan’, mengacu kepada ‘terompet’ -tanduk domba jantan-dengan mana tahun itu dirayakan). Meniupkan terompet dari tanduk rusa menandakan suatu permulaan tahun yang baru. Setiap lima puluh tahun (Setelah 7 x 7 tahun) para budak dibebaskan dan kepemilikan yang didapat harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Sanksi-sanksi tahun Yobel diterapkan dengan keras. Disamping itu hak milik dikembalikan kepada pemilik aslinya. hutang-hutang dinyatakan lunas, dan orang Ibrani yang menjadi budak akibat hutang dibebaskan. Saat itu adalah saat pengucapan syukur dan tindak penerapan iman bahwa Allah akan menyediakan pangan (Imamat 25: 8).[12] Menurut Richard Lowery Hukum Sabat dan Yobel itu sendiri adalah aturan teologi tradisional dan dasar etis untuk perubahan/revolusi.[13] Jadi Hukum Sabat dan Yobel memiliki nilai etis yang tinggi.Konsep Tahun Yobel (Imamat. 25 : 8-17, 28) menekankan aspek kemerdekaanatau kebebasan.
b.Bentuk Hukum
Kumpulan Hukum Perjanjian yang diterima bangsa Israel di Gunung Sinai berisi petunjuk-petunjuk yang mendefinisikan dan merinci tentang hal-hal yang Allah ingin umat-Nya lakukan. Menurut Ferry Mamahit kumpulan hukum ini sendiri adalah kumpulan hukum-hukum baik bersifat kasuistis maupun apodiktik yang menyediakan kestabilan dan keteraturan bagi bangsa Israel.[14] Herman Hendrickx, kumpulan Hukum Perjanjian berisikan tolok ukur untuk melindungi budak dari tindakan otoriter tuan mereka dan menyediakan hal-hal dasar bagi mereka yang membutuhkan.[15] Keadaan Israel seperti ini hanya mungkin terjadi ketika keadilan ditekankan dan kehidupan kudus diterapkan secara bersinambungan dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Allah.Di Kitab Imamat terdapat hukum-hukum kultus yang pada umumnya merupakan hukum-hukum muda,[16] yang di rangkum oleh para imam. J. Blommendaal berpendapat bahwa untuk mengerti arti kultus di Israel dengan baik maka kita harus membandingkannya dengan kultus-kultus bangsa lain (kafir) di sekitar Israel. Pada umumnya kultus kafir dihubungkan dengan penciptaan; manusia dijadikan untuk melayani dan memelihara dewa-dewa di dalam kultus, supaya dewa-dewa memelihara kosmos. Untuk bangsa Israel kultus dihubungkan dengan konsep Persekutuan Perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel; maksudnya adalah untuk memelihara relasi antara Yahwe dengan umat-Nya.[17]
Hukum ini adalah suatu hal yang sangat luar biasa karena tidak ada manusia yang dapat mengatakan bahwa tanah adalah miliknya sendiri. Berdasar kepada hukum Yobel maka dapat dikatakan bahwa Ia juga akan menjamin kebebasan dan kemerdekaan bagi mereka yang mungkin saja tertindas dan yang membutuhkan. Dan L. White mengatakan bahwa di dalam Tahun Yobel mereka menerima kembali pengampunan dan kebebasan. Mereka merasa bebas untuk kembali ke kota tempat perlindungan yang dimana mereka kembali memiliki apa yang pernah dijual dan mereka akan menikmati kebebasan di tanah itu.[18] Jadi Tahun Yobel juga berfungsi untuk mengurangi jarak “jurang” antara mereka yang kaya dan miskin. memercayai secara penuh kasih yang berprihatin dari Allah menjadi satu-satunya harapan bagi mereka yang tertindas dan yang membutuhkan di tahun yang penuh rahmat itu.[19]
2.Makna Objektif
Imamat 25 Ayat 23, 24 dan 27 merupakan hukum Apodiktif karena berisikan tentang larangan dan perintah sedangkan ayat 25, 26 dan 28 merupakan hukum kausatif yang merupakan penjelasan sebab akibat.
Ayat 23 “Kemudian Semua tanah milikmu itu jangan dijual mutlak karena Akulah pemilik tanah itu, sedangkan kamu pendatang dan orang asing bagi-Ku”
Ayat ini menunjukan bagaimana adanya suatu larangan terhadap penjualan tanah karena tanah itu adalah milik Allah,sedangkan orang Israel adalah pendatang dan orang asing. Tanah itupun tidak dijual mutlak BHS memakai kata צְמִתֻתלִ (Kata depan + kata benda feminim tunggal) yang artinya mutlak atau keseluruhannya, NKJV memakai kata permanently (untuk selamanya). Yang menjadi pertanyaan adalah kalau tanah diberikan kepada Israel, maka Israel bebas memanfaatkan atau tidak memanfaatkannya sekehendak hati mereka bahkan menjualnya pun tidak apa-apa. Untuk menangapinya maka Christophel Wright menekankannya melalui segi lain tentang tanah di dalam Perjanjian lama yaitu: Tanah tetaplah milik Allah. Ia tetap memegang hak milik yang tertinggi sehingga Ia berhak menentukan bagaimana semestinya tanah itu dipergunakan menurut wewenang moral-Nya. Ia bahkan mengatakan Israel menunjukannya melalui puisi dan nyanyian Musa misalnya dalam teks Keluaran 15, Ayat 13 menyebut tanah itu sebagai “tempat kediaman-Mu yang kudus” dan Ayat 17 tanah itu sebagai “Gunung milik-Mu sendiri dan “tempat yang telah Kau buat kediaman-Mu”.[20] Selain itu hal ini juga didukung oleh beberapa teks alkitab lain yang menyatakan dengan jelas bahwa tanah yang dimana bangsa Israel diami serta bumi ini adalah milik Tuhan dan Allah adalah pemilik tunggal, diantaranya adalah:
1.Pernyataan Tuhan dalam Imamat 25 : 55 “Karena pada-Kulah orang Israel menjadi hamba; mereka itu adalah hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu.”
2.Pernyataan Tuhan dalam 2Tawarikh 7:20 Maka Aku akan mencabut kamu dari tanah-Ku yang telah Kuberikan kepadamu, dan rumah ini yang telah Kukuduskan bagi nama-Ku, akan Kubuang dari hadapan-Ku, dan akan Kujadikan kiasan dan sindiran di antara segala bangsa.
3.Mazmur 24:1 Mazmur Daud. Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.
4.Mazmur 85:1-2 Untuk pemimpin biduan. Mazmur bani Korah. Engkau telah berkenan kepada tanah-Mu, ya TUHAN, telah memulihkan keadaan Yakub.
5.Yoel 2:18 TUHAN menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan Ia belas kasihan kepada umat-Nya.
Selanjutnya Dalam ayat ini ada gambaran yang menarik tentang hubungan Israel dengan Allah sehubungan dengan tanah. Wright mengatakan bahwa : istilah ‘’orang asing dan pendatang’’ menunjuk kepada satu kelas dalam masyarakat Israel yang tidak mempunyai tanah sendiri. Mereka adalah keturunan penduduk Kanaan kuno atau pekerja-pekerja imigran lainnya; karena itu mereka sepenuhnya bergantung pada orang Israel yang mempunyai tanah dalam hal tempat tinggal mereka.Sepanjang tuan rumah tetap memiliki tanah dan secara ekonomis dapat hidup terus,kedudukan mereka aman. Tetapi tanpa perlindungan seperti itu mereka benar-benar sangat terancam.[21] Jadi Allah berperan sebagai pemilik tanah dan bangsa Israel sebagai pendatang-pendatang yang bergantungan kepada-Nya. Sepanjang hubungan mereka dipertahankan dan perlindungan-Nya diberikan,mereka akan tetap hidup aman.Selain itu tanah juga adalah sumber ekonomi bagi bangsa Israel, dari tanah usaha-usaha bisa dilakukan untuk mendapatkan uang, tanah dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman yang bisa diolah dan mampu menghasilkan sesuatu yang sangtlah bermanfaat dan bangsa Israel sendiri dapat bertahan hidup. Inilah manfaat dari tanah itu sendiri.
Gambaran tentang bagaimana orang Israel adalah pendatang dan orang asing juga ditegaskan pada teks alkitab yaitu: Kejadian 47:9 Ketika Yakub menjawab kepada Firaun: “Tahun-tahun pengembaraanku sebagai orang asing berjumlah seratus tiga puluh tahun. Tahun-tahun hidupku itu sedikit saja dan buruk adanya, tidak mencapai umur nenek moyangku, yakni jumlah tahun mereka mengembara sebagai orang asing.” Penulis kitab tawarikh juga mengatakan di 1Tawarikh 29:15 bahwa “Sebab kami adalah orang asing di hadapan-Mu dan orang pendatang sama seperti semua nenek moyang kami; sebagai bayang-bayang hari-hari kami di atas bumi dan tidak ada harapan.” Sedangkan di Mazmur 39:12-13dan Mazmur 119:19 memuat suatu pengakuan bahwa mereka adalah pendatang dan orang asing. Dari keseluruhanayat-ayat diatas menunjukan bahwa memang dihadapan Tuhan orang Israel adalah orang asing.
Ayat 24. Dan di seluruh tanah milikmu itu kamu harus memberi tebusan bagi tanah itu.
Ayat 24 memiliki arti yaitu setiap tanah yang adalah milik Allah itu harus di beri lebel atau tanda dan itu juga menunjukan bahwa bangsa Israel memiliki hak yang diwariskan langsung oleh Allah pemilik tanah itu. Jadi, dari mereka orang lain akan tahu bahwa Allah sangat memiliki kuasa untuk memberikan yang terbaik bahkan lebih baik bagi bangsa Israel.
Ayat 25. Jikalau saudaramu itu (telah) menjadi miskin dan (akan) menjual tanah miliknya, maka kaum keluarganya haruslah datang menebus yang (telah) dijual saudaranya itu.
Saudaramu, dalam bahasa ibrani אָחִיךָ (Kata benda tunggal, akhiran orang kedua tunggal maskulin). Kata ini merujuk kepada saudara laki-laki. Kenapa harus saudara dan bahkan lebih spesifik adalah saudara laki-laki? Karena bagi kami perintah ini selalu merujuk kepada hidup kekeluargaan dan berlaku pada zaman Patriakh sehingga semuanya merujuk kepada saudara laki-laki. NKJV menggunakan kata brethren (Kakak beradik laki-laki). Seperti hak tebusan tanah/ladang yang ditebus Yeremia dari Hanameel atas perintah Tuhan terdapat dalam teks Yeremia32:7 “Sesungguhnya, Hanameel, anak Salum, pamanmu, akan datang kepadamu dengan usul: Belilah ladangku yang di Anatot itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak tebus untuk membelinya.” Dan Yeremia 32:8 Kemudian, sesuai dengan firman TUHAN, datanglah Hanameel, anak pamanku, kepadaku di pelataran penjagaan, dan mengusulkan kepadaku: Belilah ladangku yang di Anatot di daerah Benyamin itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak milik dan hak tebus; belilah itu! Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN. Ini menjelaskan bahwa harus saudara yang menebus bukan orang lain.
Saudara tersebut miskin dan menjual tanah miliknya, maka kaum keluarganya haruslah datang menebus yang dijual saudaranya itu. Ini merujuk kepada hidup kekeluargaan dimana hanya saudara yang dapat menebus tanah yang dijual karena jika bukan kelurga yang menebus mungkin saja tanah itu tidak akan dikembalikan kepada pemiliknya, inilah rumusan yang dibuat oleh para Imam, mereka membuat aturan ini sehingga tidak akan terjadi kekacauan bila tiba tahun Yobel yang dimana semua hak milik tanah harus dikembalikan kepada pemilik pertama tanah itu. Bandingkan Rut 2 : 20, 3: 9,12 dan 4 : 4-6 tentang hak atas penebusan tanah oleh saudara/kerabat dekat. Menurut Peterson si penebus wajib memastikan supaya tetap dihormati hak anggota keluarga yang miskin itu dan miliknya dikembalikan kepada dia, atau jika dia sudah meninggal, kepada keturunannya. Itu berarti bahwa si penebus milik itu untuk dirinya sendiri.[22] Hal ini juga sangat berhubungan erat dengan relasi antara sesama manusia. Ada tiga bentuk relasi yang mengambarkan tentang kehendak Allah untuk seluruh manusia di dalam relasinya dengan sesama diantaranya adalah:[23]
1.Menjalankan Keadilan. Allah mau agar semua manusia berlaku adil. Apalagi untuk kalangan yang berbeda, keadilan antar lapisan strata sosial perlu dijalankan. Belajarlah dengan ukuran yang sama menghadapi orang kalangan atas dengan orang kalangan bawah, orang kaya dengan orang miskin, orang sehat dengan orang cacat.
2.Menaruh belas kasihan. Kehendak Allah untuk seluruh umat manusia adalah supaya kita menaruh belas kasihan, mempunyai persamaan perasaan. waktu orang susah dan meminta pertolongan maka nilai belas kasihan berlaku.
3.Dengan rendah hati berjalan dangan Tuhan. ini menunjukan bahwa sikap hati seseorang walaupun tinggi kedudukan namun memiliki kerendahan hati. inilah contoh yang baik.
26Dan jika seseorang tidak memiliki penebus, kemudian dia (akan) mampu berusaha untuk mendapat penebusnya, 27kemudian dia (akan) memperhitungkan seluruh tahun penjualannya, dan mengembalikan kelebihan untuk seseorang yang menjualnya, sehingga dia boleh kembali kepada tanah miliknya itu.
Menurut Peterson Kelebihannya: Yaitu nilai panen-panen selama tahun-tahun yang masih ada sebelum tahun yobel yang akan datang. Orang yag dahulu miskin tetapi yang menjadi mampu menebus tanah milknya, mengurangi dari harga yang asli nilai panen-panen yang diterima si pembeli dari tanah itu dan membayar menuntut perhitungan itu. Mulai dari prinsip ini terdapat ajaran mengenai penebusan, dan meskipun dihubungkan dengan tahun Yobel, tetapi tahun itu bukan tema dasar lagi, memang tidak disebut sama sekali dalam beberapa petunjuk.[24]
Sekali lagi, ajaran itu didahului oleh prinsip umum, yaitu tanah tidak bisa dijual tanpa hak menebus. Prinsip itu cocok dengan situasi yang sangat kuno di mana tanah dimiliki oleh kaum keluarga yang besar, tetapi juga berdasarkan pada keyakinan bahwa Tuhan adalah pemilik tanah yang sungguh dan umat Israel sama seperti tamu-tamu asing yang tinggal tetap, yang dapat dipercayakan untuk mempergunakan dan mengerjakan tanah itu, tetapi yang tidak mempunyai hak milik. Tetapi seorang israel kadang-kadang menjadi miskin dan tidak sanggup melunasi hutangnya; rupa-rupanya tidak ada pilihan bagi dia kecuali menjual tanah miliknya atau sekurang-kurangnya sebagian dari padanya. Dalam keadaan demikian, ada tiga hal yang mungkin terjadi yakni:
1.Anggota keluarga yang terdekat berhak, bahkan wajib, menebus tanh itu, supaya orang miskin tersebut tetap tinggal dan bekerja disana (ayat 25).
2.Barangkali tidak ada anggota kelurga yang sanggup menjadi penebus demikian dan tanah atau secara tepat panen-panen dari padanya sampai tahun Yobel yang akan datang haris dijual kepada seorang pembeli. Lalu keadaan orang miskin itu menjadi lebih baik dan dia sendiri sanggup menebus tanah itu sbelum tahun Yobel tersebut. Jika demikian maka dia membayar kepada si pembeli nilai panen-panen selam tahun-tahun yang masih ada sebelum tahun Yobel itu, dan dia kembali ke tanah miliknya (ayat 26-27).
3.Jika seorang miskin itu tidak mampu menebus tanah miliknya demikian, maka dia menerimanya kembali pada tahun Yobel (ayat 28). [25]
28. Kemudian jikalau dia tidak dapat mengembalikan kepadanya, maka penjualannya yang ada tetap ditangan dia yang membelinya sampai tahun Yobel, dan dalam tahun Yobel dia bebas dan kembali ketanah miliknya.
Ayat ini berhubungan dengan konsep pembebasan, tetapi juga merupakan suatu bentuk hukum khusus terhadap para budak dan tanah di tahun yang ketujuh (Imamat 25 : 1-12). Perhentian sabat ditetapkan setiap tujuh tahun untuk tanah dan untuk apa yang dihasilkan. Menurut Budd selama tahun sabat, tanah diberikan istirahat total selama satu tahun berarti suatu sabat bagi peristirahatan yang tenang.[26] Meskipun mengistirahatkan tanah dapat dijelaskan secara ilmiah, yaitu membiarkan tanah tak ditamani setiap tahun ketujuh dapat mengurangi kadar sodium dalam tanah, khususnya ketika perairan dilakukan.[27] Selain itu motif utama dibalik tindakan membiarkan tanah seama satu tahun sabat adalh “kemanusian” karena apa pun yang tumbuh pada masa itu adalah bentuk lain dari penyediaan Allah bagi orang miskin.[28] Hal ini seumpama orang yang penuh sorak sorai yang bebas dan pulang ke Sion yang di gambarkan pada teks Yesaya 35:10 dan orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh dan Yeremia 32:15 Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Rumah, ladang dan kebun anggur akan dibeli pula di negeri ini.
Hukum ini adalah hukum pembebasan yang melembaga di dalam tahun Yobel yang dibangun di atas konsep religius keadilan dan kesetaraan yang dalam. Ini adalah suatu antisipasi terhadap perkembangan masyarakat Israel yang semakin hari akan semakin komplek secara sosio-ekonomi, seprti munculnya kelompok sosial monarki, kaum elit, padagang, tuan tanah dan sebagainya. Pemunculan ini menyebabkan terjadinya perbedaan kelas sosial di dalam masyarakat Israel. Dengan demikian semua ini dimaksudkan Allah untuk diterapkan kepada masyarakat yang secara sosio-ekonomi menjadi lebih kompleks.[29]
3.Makna Dokumenter
Pada tahapan makna dokumenter, dapat dikatakan bahwa sudut pandang sangat mempengaruhi masyarakat. Yobel mengandung makna tersendiri mewakili sudut pandang tertentu. Makna dokumenter selalu berinteraksi dengan makna ekspresif dan makna objektif.[30]
a).Petunjuk Seleksi Tradisi
Juliana Tuasela mengemukakan bahwa Yobel tidak terbentuk dalam ruang vacum dan bebas kepentingan, tetapi imam sebagai tokoh perumus dengan tujuan dan alasan tertentu, hukum ini mengajukan ideologi tanah.[31] Di dalam buku Perjanjian (Keluaran 21-23) setidaknya ada dua peraturan mengenai Tahun Sabat, pertama mengenai pertanian dan yang kedua mengenai perbudakan.[32]
Pertama, aturan mengenai pertanian terdapat di Keluaran 23: 10-11:
10 Enam tahunlah lamanya engkau menabur di tanahmu dan mengumpulkan hasilnya, 11 tetapi pada tahun ketujuh haruslah engkau membiarkannya dan meninggalkannya begitu saja, supaya orang miskin di antara bangsamu dapat makan, dan apa yang ditinggalkan mereka haruslah dibiarkan dimakan binatang hutan. Demikian juga kaulakukan dengan kebun anggurmu dan kebun zaitunmu.
Tanah harus beristirahat pada Tahun Sabat, untuk tidak ditanami, semua manusia dan hewan juga beristirahat pad hari ketujuh (Keluaran 20:9-10). Selama tujuh tahun, hasil dari tanah yang tumbuh itu menjadi milik orang miskin, bukan untuk pemilik tanah dan pemilik tanah akan mendapatkan pada tahun berikutnya. (band. Imamat 25 : 20-22). Dalam delapan tahunan itu tanah akan mendapatkan peningkatan kesuburan, karena tanah itu mendapat tujuan utama, dan sangat berpengaruh. Tujuan utama adalah untuk menghormati Allah yang adalah pemilik tanah. (Bandingkan Imamat 25 : 2, 23) dan untuk menunjukan perhatian bagi orang-orang miskin.[33]
Kedua, Walaupun perbudakan tidak di hapuskan pada zaman kuno Israel, aturan ini dirancang dengan menyebabkan batasan waktu. Terdapat di Keluaran 21 : 2, Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan tidak membayar tebusan apa-apa.
Kapan seseorang datang karena bangkrut pada masa lalu, dia terpaksa menjual dirinya atau anaknya menjadi budak upahan karena ada hutang yang tak terbayarkan. dia sendiri menjadi pekerja kontak selama 6 tahun. [34]
Dari dua hal diataslah yang mendorong para imam untuk menulis hukum Sabat dan hukum Yobel, ada 4 aspek utama yang memperkuat sehingga Yobel diseleksi sebagia hukum tanah.[35] Pertama, Yobel adalah anti-Latifundia. Latifundia adalah sistim agrikultur berbasis pekerja budak sebagai faktor utama produksi. Yobel menentang hal ini. Kedua, Yobel adalah cara memperlakukan manusia di tanah, artinya Yobel menjamin setiap anggota keluarga mempunyai hak mengelolah dan memungut hasil produksi dari tanah. Ketiga, Yobel menjamin kelangsungan hidup ekonomi setiap pribadi. Dan keempat, yobel mewujudkan solidaritas kekeluargaan karena setiap orang bertanggung-jawab secara sosial dan ekonomi menjamin kesejahteraan keluargannya.
b).Petunjuk Maksud Imam
Hukum Yobel yang dibuat oleh imam memiliki maksud-maksud tertentu. Sebenarnya melalui 4 aspek utama diatas sudah menunjukan apa maksud dari para iman menulis hukum ini. Imam ingin supaya perbudakan itu tidak berlaku lagi, karena ketika ada orang yang menebus tanah mereka, mereka tetap bekerja pada tanah milik mereka itu. Imam ingin supaya pada Yobel menjamin semua anggota keluarga mempunyai hak untuk mengelolah tanahnya sendiri. Imam ingin supaya Yobel mampu menjamin kelangsungan hidup ekonomi setiap pribadi. dan dari hukum Yobel imam ingin supaya solidaritas antar keluarga itu terwujud
Kristalisasi Pikiran teologis
Menurut Kami Imamat 25 : 23-28 menunjukan kemurahan Allah bagi bangsa Israel. Ayat 23 menunjukan bahwa Tanah ini adalah tanah milik Allah. Sehingga manusia harus menghargai hal itu dan tidak boleh serakah dengan menjualnya secara mutlak demi mendapatkan keuntungan semata. Pemilik tanah harus memiliki hak menebus tanah, agar tidak akan terjadi pertikaian yang timbul karena permasalahan tanah tersebut. disinilah penekanan tentang Allah yang berdaulat dan Allah yang sanggup menolong dengan banyak cara. Allah adalah Allah pembebas bagi orang miskin, dan orang yang hidup kurang juga bagi orang yang kaya tidak semena-mena melakukan orang miskin dengan merendahkan mereka karena penekanannya adalah semua tanah milik Allah, bukan manusia.
Pada ayat 24 terlihat jelas sikap kekeluargaan dan saling tolong-menolong antara satu dengan yang lain. Selain itu juga dalam ayat ini ada nilai kepercayaan, karena jika sesuatu dilandaskan dengan kepercayaan maka pasti akan berjalan dengan baik, karena kepercayaan merupakan hal yang paling penting dalam sebuah hubungan kekeluargaan. Disinilah saudara terdekat mempunyai peran yang sangat penting. Orang atau saudara terdekat cenderung lebih dipercayai, sama halnya jika kita dekat dengan Tuhan, maka kita akan percaya bahwa Tuhan akan membantu kita, dan Ia tidak akan pernah mengecewakan kita.
Jika seseorang tidak memiliki saudara untuk menebus, maka ia akan melakukan usaha untuk menebus tanah miliknya kembali, tanpa bantuan dari si penebus. Tuhan telah menciptakan kita lengkap dengan akal budi. Oleh karena itu hendaknya kita tidak duduk dan berharap kepada orang lain saja, tetapi harus berdiri dan mengusahakannya sendiri. Sebagai wujud syukur atas cinta kasih Tuhan. Artinya juga adalah bahwa yang harus kita andalkan dalam segala sesuatu adalah Allah, Allah mampu mengeluarkanmu dari berbagai persoalan hidup yang kamu alami.
Dari keseluruhan dari pasal ini mengambarkan tentang kehendak Allah bagi bangsa Israel. Ketika Bangsa Israel percaya adanya kehendak Allah, maka mereka akan tahu bahwa alam semesta memiliki sumber yang merencanakan sesuatu yang baik. Allah menciptakan manusia hampir sama dengan Allah, sedikit lebih rendah dari malaikat tetapi menguasai alam semesta. Dalam bukunya Stephen Tong mengatakan bahwa: “Alkitab menyaksikan bahwa manusia lebih rendah dari Allah dan lebih tinggi dari alam. Dari bahasa Indonesia kita beroleh satu pengertian bahwa ketika menyebut kata “Allah”, mulut terbuka (Sistim terbuka) dan ketika menyebut kata “alam” mulut tertutup (sistim tertutup), menurutnya kedua hal ini mengambarkan tentang suatu sistim dan sistim ini sangatlah penting dalam penyelidikan tentang metodologi. Sistim tertutup mengambarkan tentang hanya melalui alam semesta kita mampu untuk menjelaskan segala rahasia di alam semesta ini namun sistem terbuka berarti bahwa harus ada sumber diluar alam semesta yang akan menjelaskan dan memungkinkan keberadaan alam semesta tersebut.[36]
Ketika semuanya ini dapat dilakukan dengan baik, maka tanah akan menghasilkan terus bibit-bibit yang baik karena tanah punya waktu untuk beristirahat sehingga tanah mampuh melakukan produksi mengembalikan zat hara yang penting di dlam tanah. Jika hal ini dilakukan terus-menerus oleh petani maka dengan sendirinya tanah itu akan terus memberikan hasil yang maksimal bagi petani yang memanfaatkan tanah tersebut.
Relevansi dengan masa sekarang
Pada zaman dulu, hubungan antar keluarga masih sangat erat. Saling menjaga perasaan satu dengan yang lainnya, urusan tanah menjadi urusan keluarga secara bersama. Namun pada masa sekarang, kelompok melihat adanya hubungan antara keluarga tidak lagi erat seperti dulu, jika dikaitkan dengan masalah tanah, maka banyak keluarga masa sekarang yang hubungannya hancur karena persoalan tanah.
Bahkan sesama saudara dapat saling membunuh karena persoalan perebutan tanah. Dalam konteks sekarang, si pemilik tanah harus sadar betul bahwa tanah adalah milik Allah, jika kita telah sadar tentang hal ini, maka mungkin tidak akan ada lagi pertikaian yang terlalu signifikan.Tanah mungkin tidak akan dijual mutlak hanya karena imbalan yang akan si pemilik tanah dapatkan. Jika mereka hanya menganggap bahwa tanah adalah milik mereka yang sah, maka akan timbul keserakahan atas tanah.
Konteks sekarang, harga tanah sangat fantastik. Hal inilah yang membuat hampir tidak ada lagi tanah Dati atau tanah keluarga, karena banyak yang menjual tanah dati mereka dengan harga yang fantastik. Alasannya karena mereka lebih mementingkan pembagian uang secara merata dari pada nantinya akan menimbulkan persoalan yang akan membuat kehidupan keluarga menjadi renggang. Hanya saja dalam konteks sekarang, seseorang yang telah menjual tanahnya, sangat sulit untuk mendapatkan tanah itu kembali.
Alasannya karena pada konteks sekarang, tanah telah menggunakan sertifikat, tidak lagi menggunakan patokan seperti dahulu. Sertifikat tersebut menjadi bukti dari kepemilikan tanah seseorang, dan untuk memiliki sertifikat itu harus ada prasayarat tertentu. Misalnya seseorang yang telah membeli tanah dari si penjual, akan membalikkan nama kepemilikan dari sertifikat tersebut maka sertifikat itu akan dikatakan sah secara hukum.
Konteks dulu dalam proses penjualan serta penebusan tanah, segala sesuatunya hanya berdasarkan kepercayaan terhadap anggota keluarga atau saudara dari seseorang yang menjual. Namun dalam konteks sekarang, kepercayaan bukanlah semata-mata menjadi satu pegangan, sanak saudarapun tidak mereka percayaai dalam hal ini. Mereka lebih menekankan bukti dari kepercayaan tersebut, misalnya surat tanda terima, sertifikat kepemilikan tanah, dsb. Mengapa harus seperti itu? Jawaban dari hal ini masih berkaitan dengan penjelasan kami diatas. Segala sesuatu tentang tanah kini diperketat karena banyaknya kepemilikan tanah yang ilegal, selain itu faktor kependudukan juga membuat pemerintah lebih tegas dalam membuat peraturan tentang kepemilikan tanah. Hal ini agar adanya kesetaraan dalam kepemilikan tanah, jadi yang berhak menempati tanah itu hanya orang yang memiliki surat kepemilikan tanah, lain dari itu akan diusut secara hukum oleh pihak yang berwenang
Terkait dengan tahun Yobel atau sering disebut tahun pembebasan, menurut kelompok hal ini tidak relevan jika dimasukan dalam konteks sekarang karena jika hal ini terjadi akan ada kekacauan dimana-mana. Bahkan mungkin saja semua orang akan memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan uang yang sangat banyak, karena toh ketika tahun Yobel tiba, tanah mereka akan bebas dari tebusan dan boleh dikembalikan lagi. Bayangkan saja, jika hal didalam teks terjadi dalam konteks sekarang, maka mungkin akan ada pertikaian yang lebih hebat lagi. Apalagi dengan tuntutan ekonomi yang terjadi sekarang ini, akan cenderung berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara apapun.
Banyak orang di jaman sekarang juga belum mengerti tentang tanah yang memang adalah milik Allah, karena kalau semua mengerti hal ini maka hal-hal buruk karena tanah dapat teratasi dan semua masyarakat mampu mengelolahnya bukan menghancurkan tanah pemberian Allah yang akan menjadi sumber ekonomi baik bagi individu, kelompok, keluarga bahkan masyarakat secara luas.
Penutup
Kesimpulan
Dari semua paparan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal mengenai Teks Imamat 25 : 23-28 diantaranya adalah :
1.Allah adalah pemilik tanah bukan hanya pada zaman Israel tapi juga pada zaman ini.
2.Tanah bila digunakan dengan baik akan menghasilkan keberhasilan bagi ekonomi Pribadi, Keluarga dan masyarakat.
3.Ketika kita mengerti dengan baik, maka kita tahu harus hidup saling tolong menolong satu dengan yang lain sebagai saudara.
4.Maksud teks ini bagi kita sekarang bila kita tahu dan melakukannya maka berkat Allah yang adalah pemilik tanai ini akan selalu memberkati perekonomian keluarga kita.
Saran
Dari Paper ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi semua orang tentang penggunaan Kritik Sosiologi pendekatan Teologi Ekonomi untuk menafsir, inilah hal yang sangat baik membuat kita tahu bahwa di dalam masyarakat Israel kuno pun interaksi sosial itu nampak. Paper ini jauh dari kesempurnan untuk itu masukan bagi kami sangatlah diperlukan. Terima kasih
Catatan Kaki
[1] Juliana A. Tuasela. Buku Ajar Pengantar Hermeneutik Perjanjian Lama. (Papua: Aseni, 2016). Hal. 41
[2] Op Cit.,hal 54
[3] Op Cit., 69
[4] Grant R. Osborne. SpiralHermeneutik: Pengantar Komprehensif Bagi Penfsiran Alkitab. (Surabaya: Momentun, 2012). Hal. 197
[5] Kata Sumber menurut KBBI adalah akar atau asal usul. Jadi bila dikatakan sumber ekonomi itu artinya asal usul atau akarnya ekonomi bangsa Israel itu dari tanah.
[6] Juliana A. Tuasela. Op Cit., Hal. 70
[7] J. Blommendaal. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008). Hal. 53
[8] Wismoady Wahono. Disini Kutemukan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013). Hal. 73.
[9] J. Blommendaal. Op. Cit.,Hal. 21
[10] ChristopherWright. Hidup Sebagai Umat Allah : Etika Perjanjian Lama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007). Hal. 37.
[11] Ibid
[12] _______. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2 M-Z). (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011) Hal. 336
[13] Richard H. Lowery. Sabbath and Jubilee. (St. Louis: Chalice Press, 2000). Hal. 57.
[14] Ferry Mamahit. Teologi dan Praksis Keadilan Dalam Kitab Taurat. Jurnal Veritas, April 2010. Hal. 8.
[15] Ibid,Op Cit., Hal 9.
[16] J. Blommendaal. Op. Cit., Hal. 53.
[17] Ibid
[18] Dan L. White. The Jubille Prinsiple – God’s Plan for economic Freedom. (Los Angeles: World net Daily, 2009). Hal 88.
[19] Ferry Mamahit. Op Cit.,. Hal. 14
[20] Christopher Wright. Op. Cit., Hal. 57.
[21] Ibid
[22] Peterson Robert M.Tafsiran Alkitab:Kitab Imamat, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2003). Hal 337
[23] Stephen Tong. Mengetahui Kehendak Allah. ( Jakarta: Momentum, 2012). Hal. 58-67
[24] Ibid.,
[25] Ibid.,
[26] Ferry Mamahit. Op Cit.,. Hal. 13
[27] Baruch A. Leviticus dalam Ferry Mamahit. Teologi dan Praksis Keadilan Dalam Kitab Taurat. Jurnal Veritas, April 2010. Hal. 8.
[28] Ferry Mamahit,Op Cit., Hal 13
[29] Hendrickx. Social Justice In Hebrew Bible 35. dalam Ferry Mamahit. Teologi dan Praksis Keadilan Dalam Kitab Taurat. Jurnal Veritas, April 2010. Hal. 15
[30] Juliana Tuasela. Op Cit., Hal 96
[31] Ibid.,
[32] David L. Baker, The Jubilee and the Millennium. Holy Years in the Bible and Their Relevance Today,(Themelios 24.1, October 1998). Hal. 44
[33] Ibid., Hal 45
[34] Ibid.,
[35] Juliana Tuasela. Op Cit., Hal 97
[36] Stephen Tong. Op Cit.,. Hal. 37-38
DAFTAR PUSTAKA
Baker David L. The Jubilee and the Millennium. Holy Years in the Bible and Their Relevance Today, Themelios 24.1, October 1998
Blommendaal J. Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
_________. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2 M-Z), Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.
Lowery Richard H. Sabbath and Jubilee, St. Louis: Chalice Press, 2000.
Mamahit Ferry. Teologi dan Praksis Keadilan Dalam Kitab Taurat, Jurnal Veritas, April 2010
ten Napel Henk. Kamus Teologi Inggris-Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Osborne. G. R., Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penfsiran Alkitab, Surabaya: Momentum, 2012.
Tuasela. J. A., BukuAjar Pengantar Hermeneutik Perjanjian Lama, Papua: Aseni, 2016.
Tong Stephen. Mengetahui Kehendak Allah. Jakarta: Momentum, 2012.
Wahono Wismoady., Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013
White Dan. The Jubille Prinsiple – God’s Plan for economic Freedom, Los Angeles: World net Daily, 2009
Wright Christopher. Hidup Sebagai Umat Allah : Etika Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
No comments:
Post a Comment