Sunday, 24 June 2018

“Pemerkosaan” Kepulauan Rempah-rempah : kekuasaan Belanda dan Perlawanan Heroik Maluku

Bahasannya merupakan bagian dari buku “Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku – Islam-Kristen Hidup Berdampingan di Maluku Tengah”. Buku ini ditulis oleh seorang antropolog Jerman-Amerika (PhD Cornell University), Dieter Bartels yang menaruh perhatian penuh selama 40 tahun untuk mempelajari dan menulis sederet kajian perihal masyarakat Maluku di Indonesia, maupun Negeri Belanda. Pokok Bahasan kami merupakan bagian dari Jilid II (Sejarah) buku tersebut.Sebelumnya telah diterbitkan Jilid I yang menjelaskan mengenai kebudayaan.

Buku Di Bawah Naungan Gunung Nunusaku Jilid II ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) di Jakarta pada tahun 2017.Buku ini terdiri dari 924 halaman, dan dimulai dari Bab VIII – Bab XV. Tema-tema pokok dari Bab VIII - bab XV yaitu sebagai berikut:


  1. Bab VIII: Sejarah Awal Maluku Dari Kacamata Orang Ambon
  2. Bab IX : Etnogenesis Masyarakat Ambon
  3. Bab X : Cakrawala Sosial Budaya Baru : Hindu dan Muslim
  4. Bab XI : Rempah dan Jiwa : Abad Portugis
  5. Bab XII : “Pemerkosaan” Kepulauan Rempah-rempah : kekuasaan Belanda dan Perlawanan Heroik Maluku
  6. Bab XIII : Dari Rasa Benci Hingga Kesetiaan Sepanjang Masa : Transformasi Menjadi Belanda Hitam
  7. Bab XIV : Trauma Dekolonisasi Dan Perkembangan Setelah Masa Penjajahan (1950-Sekarang)
  8. Bab XV : Ke Tempat Tujuan Belanda : Sejarah Pengasingan dan Kebudayaan

Dari delapan bab diatas, bagian yang menjadi ‘Review Chapter’ kelompok kami terdapat dalam Bab XII dengan sub bab “Republik Belanda, VOC, dan Monopoli Rempah-rempah”. Berikut adalah laporannya:

PEMBAHASAN

Republik Belanda bukan merupakan sebuah Negara yang berdiri tanpa persoalan dan tantangan. Mereka pernah dijajah oleh Bangsa Spanyol, dan Belanda (Belanda Utara dan Belanda Selatan) pada saat itu bersama dengan Jerman, berada dibawah kendali Kaisar Habsburg Karolus V. Semasa pemerintahannya, Reformasi menyebar di daerah Eropa, sehingga banyak kelompok pedagang di Kota-kota Belanda Utara dengan antusias mengadopsi ajaran Calvinis. Tetapi ketika pemerintahan Habsburg Karolus V berakhir, Felipe II yang menggantikan posisi ayahnya, justru membasmi Protestanisme dan Negara-negara dataran rendah menjadi target utamanya (Belanda bagian Utara dan Selatan).

Pada abad XVI, Lisboa (Portugal) dijadikan sebagai pusat perdagangan dunia.Tetapi pada abad ini pula, Amsterdam (Belanda) pun mulai diperhitungkan kekuatan dagangnya.Hal ini dipicu oleh maraknya perdagangan bulu binatang dan gandum di Laut Baltik, juga perikanan hering.Tetapi hubungan dagang itu semakin sulit berkembang akibat perang kemerdekaan yang sedang terjadi antara Republik Belanda Bersatu (Republiek der Verenigde Nederlanden) melawan Spanyol.

Pada tahun 1585, setelah menguasai Portugal, Spanyol menyita kapal dagang Belanda yang merapat ke pelabuhan Portugal. Hal ini justru membuat Republik Belanda tidak menyerah kepada Spanyol, melainkan menguatkan keinginan Republik Belanda untuk menyerang mereka, tetapi bukan lagi penyerangan secara langsung melainkan menyerang tepat di sumber kekuatan dan kemakmuran Spanyol melalui perdagangan dengan daerah-daerah koloni.

Pada tahun 1592, Belanda secara serius ingin berlayar langsung ke Hindia., sehingga mereka membentuk beberapa perusahan dagang. Salah satu perusahan Amsterdam, Compagnie Van Verre, menyiapkan armada untuk berlayar disepanjang rute selatan, mengitari Afrika menuju Hindia.Ekspedisi pertama pun dimulai dengan lama perjalanan selama 15 bulan, dan ahirnya mereka tiba di Bantam atau Banten (Jawa).Ekspedisi ini dinyatakan gagal karena ketika mereka tiba di Banten, mereka membuat kesalahan-kesalahan terhadap penduduk pribumi sehingga selama 33 bulan mereka berada di Banten, justru hanya untuk menimbulkan pertempuran antara Belanda melawan Masyarakat pribumi. Hal ini menyebabkan lebih dari 100 orang awak kapal meninggal sia-sia dalam pertempuran tersebut, dan ada pula yang meninggal akibat penyakit kudisan dan penyakit lain.

Pada tahun1599-1600, van Warwijck, van Heemskerk, dan van der Hagen berhasil tiba di Maluku. Ada banyak perusahaan dagang yang muncul dalam persaingan perdagangan rempah-rempah.Tetapi persaingan ini justru menyebabkan terjadinya inflasi sehingga mengharuskan campur tangan dari pemerintah Belanda.Ada satu perusahaan dagang gabungan yang baru, bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).Akibat inflasi yang terjadi, pada tahun 1602 Johan van Oldenbarnevelt yang adalah Pengacara Negara, meyakinkan wakil-wakil dari berbagai perusahaan dagang yang bersaing untuk bergabung dalam VOC.

Pada tahun 1605, van der Hagen sudah bekerja di perusahaan dagang yang di sebut VOC tersebut.VOC dipimpin oleh dewan direktur yang terdiri atas 17 direktur (Heeren Zeventien), yang mewakili beberapa wilayah pelayaran.VOC ini merupakan suatu perusahaan swasta yang berdiri sendiri tanpa keterlibatan langsung dari pemerintah.

Sejak awal, target utama VOC adalah kepulauan rempah-rempah sehingga sebagaimana VOC mengalahkan pesaing internal, VOC juga berusaha mengalahkan semua pesaing dari Eropa, seperti Portugal, Spanyol dan Inggris, tetapi juga mengalahkan para pedagang lokal dari Jawa, Makassar dan lain-lain. VOC melalui van der Hagen membuat perjanjian dengan Hitu, yaitu Hitu berjanji untuk hanya menjual cengkih kepada perusahaan Belanda. Perjanjian ini disetujui begitu saja oleh masyarakat pribumi karena mereka takut jika Portugis kembali dan menjajah mereka.Mereka menganggap Belanda sebagai penolong bagi mereka yang dapat menolong mereka ketika Portugis kembali. Padahal mereka mungkin tidak mengetahui bahwa Portugis tidak akan kembali lagi, dan justru dari perjanjian dengan VOC itulah, konsekuensi panjang harus mereka hadapi.

Setelah membuat perjanjian di Ambon, van der Hagen  berlayar ke Banda dengan tujuan untuk membuat perjanjian yang sama disana. Sedangkan di Tidore, benteng Spanyol yang berada di Tidore berhasil dikuasai oleh skuardon yang diutus oleh van der Hagen, dibawah pimpinan Cornelis Bastiaanszoon. Tetapi atas kesalahan kalkulasi yang dilakukan oleh Bastiaanszoon, Spanyol kembali dapat menduduki Tidore dan Ternate. Sedangkan di Banda, kedatangan Inggris membuat perjanjian antara Belanda dan Banda tidak cukup kuat untuk mencegah Banda menjual pala kepada Inggris yang menawarkan harga lebih tinggi.

Pada tahun 1662, Tiongkok menyerang posisi Spanyol di Manila, membuat mereka secara sukarela menarik mundur pasukannya dari Maluku Utara.Sehingga dengan sendirinya, persoalan persaingan Iberia terselesaikan.

Persoalan yang lain datang dari pihak Inggris yang mengintervensi kegiatan Belanda di berbagai daerah Hindia. Jan Pieterszoon Coen yang adalah Gubernur Jenderal Belanda, dalam sejarah colonial Belanda, ia dikenal sebagai salah satu administrator VOC yang paling tegas dan efisien, tetapi juga paling kejam. Ia bertekad untuk menangani intervensi Inggris. Coen juga menyimpan dendam terhadap orang Banda yang membantai Seniornya Laksamana Pieterszoon Verhoeven bersama 27 prajurit Verhoeven. Bagi Coen, ia tidak akan melupakan dan memaafkan “Pengkhianatan Keji Orang Banda pada tahun 1609” itu. Coen mengundang Inggris untuk ikut serta dalam ekspedisi balas dendamnya terhadap Banda.Coen tiba dengan kekuatan militer yang sangat besar.Apa yang terjadi selanjutnya menjadi salah satu lembaran tergelap dari sejarah kolonialisme Eropa. Penindasan yang sangat tidak manusiawi dilakukan oleh Coen terhadap orang Banda.

Coen berhasil mencapai semua tujuannya.Bahkan perdagangan Inggris di Kepulauan Pala itu pun telah berakhir.Sekalipun Coen mengizinkan beberapa orang Inggris untuk menetap disana.Satu-satunya pos dagang Inggris yang masih berfungsi di Maluku ada di Ambon, yang bisa beroperasi karena perjanjian Belanda-Inggris pada tahun 1619. Ketika Coen berlayar kembali ke Ambon, ia memerintahkan Herman van Speult yang pada saat itu merupakan Gubernur Ambon, untuk mengawasi gerak-gerik dari Inggris. Dua tahun kemudian, Van Speult akhirnya mengetahui adanya gejala konspirasi dan kemudian menawan seluruh personel kantor dagang Inggris. Setelah diinterogasi satu per satu, ada yang mengaku dengan sukarela, tetapi ada pula yang mengaku setelah disiksa bahwa, kepala kantor dagang Inggris berencana untuk menyerang benteng dan membunuh seluruh garnisun Belanda ketika armada Inggris tiba di Ambon. Van Speult kemudian meyakinkan dewan tentang konspirasi ini dan diputuskan untuk mengeksekusi orang-orang Inggris saat itu juga.

Tetapi setelah diselidiki melalui dua orang yang tidak dieksekusi, konspirasi yang disebutkan oleh Speult itu hanyalah sebuah perbincangan biasa orang-orang Inggris bermabuk-mabukan saat perayaan Tahun Baru.Hal ini membuat orang-orang Inggris sangat marah dan kemudian menyebut pembantaian itu sebagai “Amboyna Massacre” atau “Pembantaian Amboina.Dan hal ini juga menjadi salah satu alasan dari pecahnya peperangan Inggris-Belanda.Pada akhir peperangan Inggris-belanda pertama tahun 1654, VOC diharuskan membayar ganti rugi yang besar kepada ahli waris orang-orang yang telah dibantai.

KESIMPULAN:

Bab XII ini sangat baik untuk dibaca terutama bagi generasi muda, karena membuka wawasanpembaca untuk dapat memahami sejarah yang telah terjadi beratus-ratus tahun yang lalu. Selain itu, menurut kelompok kami, Dieter Bartels sebagai penulis, telah menjelaskan secara terinci dalam tulisannya yang membuat kami memahami bahwa Belanda yang dipandang sebagai penjajah Nusantara, juga dulunya adalah negara yang dijajah oleh bangsa lain.

Ada pula hal menarik yang kami dapatkan ketika membaca tulisan Dieter Bartels ini, yaitu pada akhirnya kami memahami bahwa sebenarnya bukan Belanda yang secara pemerintahan menjajah Indonesia selama 350 tahun, tetapi VOC-lah yang melakukan penjajahan tersebut. pokok bahasan ini juga dapat mengkritisi pemahaman orang Indonesia yang turun-temurun menyalahkan Belanda secara pemerintahan sebagai Negara yang pernah menjajah Indonesia.

KRITIK DAN SARAN:

Di dalam Tulisan ini, ada beberapa kesalahan dalam penulisan kata, dan ada juga kerancuan dalam penyusunan kalimat. Misalnya:

  1. Pada hal.583, baris kedua paragraf pertama, ada kata ‘dan 3’ disisipkan diantara Jerman dan Belanda.Menurut kami, ini kesalahan dari penulisan sehingga maksud kalimat pada awal paragraf tersebut tidak dapat dipahami dengan baik.
  2. Kemudian pada hal.594, baris ketiga paragraf pertama, kesalahan pengetikan kata ‘diteluti’.Tetapi kami memahami kata tersebut sebagai kata ‘diteliti’.

Saran kami, editor dari buku ini harus lebih teliti lagi dalam mengedit tulisan dari Dieter Bartels ini.karena pesan yang mau disampaikan dari tulisan ini dapat dipahami dengan baik jika tata bahasa dan cara penulisannya dibuat dengan baik pula.

No comments:

Post a Comment